Faktor-faktor luar juga beragam.

Faktor-faktor luar juga beragam.

Kadang hal-hal yang sangat diluar dugaan juga bisa menimbulkan masalah kegiatan ekspor Negara punya peraturan ekspor suapaya tata niaga ke luar negeri aman terkendali.

Kewenangan besar untuk aturan ekspor dipegang oleh Departemen Perdagangan yang mengatur tentang timan, uji produk, dokumen, dan administrasi, serta aturan alau kondisi pasar terhadap produk yang ditawarkan tura di negara tujuan, namun pemerintah bisa saja melarang izin pengiriman IS ba orksportir membutuhkan modal tidak sedikit.

Namun saat ini begitu banyak sumber permodalan.

lihat juga : Paket wisata LA MAISON ARABE Marrakech, Maroko

Faktor-faktor luar juga beragam.

Rumus mencari B/C ratio, yaitu: Pendapatan petani (output) - Pengeluaran (input) Rp 150.000.000, 1,93 Rp 77.818.000 B/C ratio yang diperoleh 1,93, maka usaha budidaya jahe emprit secara monokultur yang telah dilakukan layak dan untung euntungan petani hampir hingga dua kali lipat dari modal yang dikeluarkan ( hampir 200 % ) Break even point (BEP) Ada dua jenis penghitungan BEP.

Pertama, untuk mencari jumlah produksi minimum yang harus dicapaí dalam kegiatan budidaya.
O Kedua, untuk menentukan harga minimal dari suatu produk menyesuaikan dengan jumlah produksi yang dihasilkan.

Untuk kali ini akan dicari BEP untuk menunjukkan harga minimal dari suatu produk dengan melihat total pengeluaran dan jumlah produksi yang dihasilkan.

Rumus mencarinya yaitu: OTotal pengeluaran (input)- Jumlah produksi (Kg) Rp 77.818.000, Rp 7-781,8 10.000 Kg Artinya, jika petani menjual jahe seharga Rp 7-781,8 per Kg saja mereka sudah bisa kembali modal.

Penjualan jahe dengan harga Rp O15.000 tentu menghasilkan keuntungan hampir dua kali lipat.
Dari penghitungan analisis usaha tani budidaya jahe secara monokultur dengan luas lahan 1 Ha, petani mendapat keuntungan Rp 72.182.0o0, per satu musim tanam.

Lamanya satu musim tanam dari pengolahan tanah hingga panen membutuhkan waktu selama 12 bulan.
Sehingga keuntungan bersih per bulan yang diperoleh petani adalah Rp 72.882.000, dibagi 12 bulan, hasilnya Rp 6.015.200, BAndliss usoha Bdidaya Jghe secra Poliktar Budidaya tanaman jahe secara monokultur sudah bisa menghasilkan keuntungan bagi petani jahe.

2.Analisis usaha budidaya jahe emprit yang sudah dihitung menunjukkan B/C ratio 1,93.
Dengan hasil demikian, kegiatan budidaya jahe emprit yang dilakukan sangat layak.

Namun, apabila ingin meningkatkan keuntungan dengan menggali potensi yang ada di lahan, salah satu caranya dengan bercocok tanam secara polikultur, yaitu menanam lebih dari satu ienis tanaman dalam satu lahan dengan pengaturan pola tanam.

Keuntungan bercocok tanam secara polikultur antara lain: Memanfaatkan secara optimal biaya tenaga keria.
Sebagai antisipasi sekiranya harga hasil panen anilok di pasaran, maka pendapatan dari tanaman sela bisa menutupi kerugan Mampu memperbaiki sifat tanah serta menekan pertumbuhan .
.

1. Sebagai upaya memanfaatkan lahan secara optimal.
2. Tidak semua petani memiliki areal lahan yang luas, maka pola tanam polikutur .
3. membantu petani yang memiliki lahan tidak terlalu luas.
4. Dalam penanaman secara polikultur ada istilah tanaman pokok dan tanaman sela.
5. Tanaman pokok merupakan tanaman utama yang dibudidayakan.
6. Sedangkan tanaman sela merupakan tanaman sampingan, biasanya ditanam di sela-sela jarak tanam tanaman pokok.

Namun, bukan berarti pemeliharaan tanaman sela terabaikan.
Keduanya harus sama-sama mendapat perhatian yang optimal.
Agar hasilnya optimal, maka harus menggunakan benih/bibit unggul, mengaturjadwal tanam dan pemeliharaanyang tepat, serta mengatur O tata kelola air supaya lahan dalam keadaan selalu baik Tanaman sela cenderung memiliki umur panen lebih singkat dari tanaman pokok.
Blasanya ukuran tanaman sela juga lebih kecil atau lebih pendek.
Tidak semua jenis tanaman bisa dipadukan untuk ditanam secara polikultur.
Jangan sampai tanaman sela justru merugikan tanaman pokok.
Tanaman sela tidak sebagai inang penyakit dari tanaman pokok, tidak menjadi gulma bagi tanaman pokok, serta tidak mengurangi sumber air dan hara bagi tanaman pokok.
Contoh jenis tanaman yang tidak direkomendasikan sebagai sela pada pola tanam polikultur antara lain: .Serai wangi (Cymbopogon nardus) Rumput gajah (Pennisetum purpureum) Ketela pohon/ubi kaya (Manihot utilissima) Tebu (Saccharum officinarum) Pisang (Musa sp.) .
O tanaman sayuran berumur pendek dan cabai sebagai tanaman sela dan Pola tanam polikultur jahe yang telah dilakukan menggunak Tanaman sayuran berumur pendek yang seperti sawi, kangkung, bayam.
Panen tanaman sayuran tersebut membutuhkan bulan setelah tanam.
Untuk cara menanamnya sebagai berikut: waktu 1-2 Pertama, pilih salah satu jenis tanaman sayuran, bisa sawi, kangkung, maupun bayam.

Analisis usaha budidaya jahe emprit yang

Namun untuk penghitungan analisa usaha setelah pembahasan ini menggunakan tanaman sawi.
Bibit sawi ditanam pada waktu yang sama dengan penanaman bibit jahe.
Saat penanaman, tunas jahe belum muncul ke permukaan tanah, akar sawi O juga tidak terlalu dalam sehingga keduanya tidak saling mengganggu.
Hasil panen sawi secara polikultur tentu tidak sebanyak jika sawi ditanam secara monokultur.
Sebab, sawi hanya ditanam di sela-sela larikan tanaman jahe.
Kedua, setelah sawi sudah dipanen maka tanah bekas tanam sawi, yang letaknya di sela-sela larikan jahe digemburkan kembali dan beri pupuk lanjutan.
Lakukan penggemburan secara hati-hati karena tunas tanaman jahe sudah bermunculan ke permukaan tanah.
Selanjutnya tanamlah cabe di sela larikan pertanaman jahe, persis di jalur untuk jalur tanam sawi yang dilakukan sebelumnya.
Hasil panen cabe juga tidak sebanyak jika ditanam secara monokultur.
Kebutuhan benih sawi yang ditanam polikultur dengan jahe pada luas lahan 1 Ha adalah 8 kg.
Penanaman seluas 1 Ha tidak dilakukan serempak, namun secara berkala.
Misalnya, bisa membutuhkan A waktu selama 10 hari.
Jika semua benih sawi ditanam bersamaan kemungkinan saat panen akan kesulitan dalam pemasaran.
Diketahui hasil panen sawi 1o ton.
Apabila digilir selama 10 hari, hasil panen yang dipasarkan per harinya adalah 1 ton.
Maka tidak sekaligus memasarkan 1o ton dalam satu hari.
Begitu juga untuk panen cabai.
Penanaman memang dilakukan secara serempak, namun pemanenan tetap dilakukan bertahap.
Total hasil produksi cabai secara polikultur dengan tanaman jahe sebanyak 8 ton per Ha. Pengeluaran (input) a.
Biaya Tetap (fixed cost) Rp 6.000.000,- Rp 1.500.000, Rp 650.000,-+ Sewa tanah luas 1 Ha .
Sewa gudang Biaya penyusutan alat Rp 8.150.000,- subtotal c.
Biaya Tidak Tetap (Variable cost) Bibit Jahe 1.500 kg (1,5 ton) Rp 37.500.ooo,- .
Bibit Cabai 1.600 batang @Rp 500, Rp 8.000.000, Rp 3.200.000,- Rp 10.000.o00,- Rp 2.100.000,- Rp 90.000,- Rp 630.000,- @Rp 25.000,- Benih Sawi 8 kg (Per kemasan 400g) .Pupuk - Anorganic 1,5 ton (Za Bersubsidi) .
Herbisida 1 liter .
Insektisida 4 kg@ @Rp 160.00o,- - Organik 20 ton @Rp 500.000, @Rp 1.400,-/kg Rp 100.000, Rp 400.000,- Fungisida 5 kg @Rp 126.000,- Tenaga Kerja 78o HOK @Rp 40.000, Rp 31.200.000,+ Subtototal Rp 93.120.000,- Input total - Biaya tetap+ Biaya tidak tetap - Rp 101.270.000,- Pendapatan Petani (output) Pendapatan petani dari hasil panen jahe diketahui Rp 150.000.000,.
Total produksi yang dihasilkan tanaman cabai sampai nen akhir adalah 8 ton atau 8.oo0 kg, dengan kisaran harga di pasaran Rp 10.000, per kg, maka pandapatan petani dari cabais jua ,oo o kg x Rp 10.000, - Rp 80.000.000, Total produksi tanaman sawi 10 ton atau 10.000 kg, dengan dari sawi: kisaran harga di pasaran Rp 1.500, per kg, maka pendapatan petarni 10.000 kg x Rp 1.500, Rp 15.000,000- Sehingga total pendapatan petani dari ketiga tanaman yang dibudidayakan secara polikultur adalah: (Rp 150.000.000,) (Rp 80.000.000,-) (Rp 15.000.000,) - Rp 245.000.000, Laba Bersih Laba bersih yang didapat petani dari budidaya jahe yang ditanam polikultur dengan sawi dan cabai adalah: (Rp 245.00o.000,-)- (Rp 101.270.0oo,-) Rp 143.730.000, Benefit per cost ratio (B/C ratio) Dari penghitungan sebelumnya pada pola tanam monokultur, B/C ratio analisis usaha tani jahe diperoleh 1,93.
Sedangkan penghitungan B/C ratio untuk pola tanam polikultur ini yaitu: a Rp 245.00o.000,2,42 Rp 101.270.000, B/C ratio yang didapat menunjukkan bahwa budidaya jahe secara polikultur layak untuk dilakukan.
Sebab, penambahan pengeluaran sejalan dengan pendapatan yang diperoleh petani.
Kecuali apabila sudah ditambah biaya pengeluaran, tapi pendapatan tetap seperti semula sehingga polikultur tidak layak dilakukan.
Kelayakan tersebut bisa dilihat dari B/C ratio yang didapat, bukan hanya dari penambahan angka pendapatan.
B/C ratio penanaman polikultur minimal sam dengan B/C ratio dari penanaman monokultur.
Penghitungan analisis usaha tani budidaya jahe secara polikultur meningkatkan keuntungan petani dari Rp72.882.000, menjadi Rp143.730.00o, Ini merupakan penghitungan keuntungan petani selama satu musim tanam atau sekitar 12 bulan.
Maka keuntungan adalah O petani per bulan dari penanaman jahe secara polikultur Rp143-730.000, dibagi 12 bulan, hasilnya Rp 11.977-500, per bulan.
Penghitungan analisis usaha tani yang sudah diuraikan berdasarkan luas lahan 1 Ha.
Tentunya tidak semua petani melakukan dengan hitungan luas lahan tersebut.
Bisa kurang, juga bisa lebih.
Analisis usaha budidaya jahe di setiap kondisi dan tempat pasti berbeda-beda.
Banyak faktor penyebabnya.
Bisa dikarenakan perbedaan harga biaya produksi, perbedaan faktor iklim dan tanah, serta perbedaan harga pasar.
Namun kembali lagi ke B/C ratio, berapapun luas lahannya, setiap analisis kegiatan usaha tani tidak boleh sama dengan 1 atau kurang dari 1.